ULAH ISTRI POLOSKU

Posted on by

Istri pulang kampung dapat chat begini dari selingkuhan. Gas..

ULAH ISTRI POLOSKU (1)

“Mas, aku mau bikin usaha warung makan boleh ga, Mas?”

Rayu Jeha istriku yang sudah Tujuh tahun ini menemaniku. Wanita polos yang aku nikahi karena perintah dari Ibu. Jeha dulu gadis kampung dan seorang yatim piatu yang begitu sabar merawat Ibu, saat beliau terserang stroke. Jeha yang menjaga hingga Ibu pulih kembali.

Tak ada yang sanggup merawat Ibu, karena kecerewetannya. Tapi, Jeha mampu menaklukkan Ibu sampai ibu benar-benar jatuh cinta padanya dan memaksaku menikah dengan wanita kampung itu.

“Iya, boleh. Nanti Mas bantu modalin ya…” Jeha berteriak senang. Wajahnya berbinar. Tak apalah memberikan modal agar dia ada kesibukan dan hubunganku dengan Ratih yang sudah dua tahun ini aman.

Sejak saat itu, Jeha mulai sibuk. Tak pernah lagi meributkan waktuku yang habis untuk Ratih. Bahkan, jatah uang bulanan yang dipotong pun tak menjadi soal bagi Jeha.

Wanita itu telah sibuk dengan dunianya. Saat aku keluar kota berminggu-minggu tentu saja membawa Ratih, Jeha tak pernah protes. Sambutan nya tetap hangat. Anak-anak mulai acuh denganku. Tapi, itu menjadi kesenangan tersendiri bagiku.

Biasanya Keyla dan Kevin akan merengek saat aku pergi dihari libur. Tapi, sekarang tak pernah lagi. Mereka lebih memilih diam dikamar, atau ikut Bunda nya ke Warung. Ah paling juga warung kecil-kecilan yang dirintis oleh wanita polos itu.

“Mas, lusa aku mau pulang kampung ya?boleh tidak?” Pinta Jeha yang membuat naluri lelakiku bersorak-sorai.

“Emang Kevin sudah libur?” Tanyaku. Kevin tahun ini masuk SD. Usianya masih enam tahun.

“Libur Mas!” Katanya sambil menunduk menunggu jawaban. Tingkahnya yang masih lugu itu yang membuatku merasa perlu mencari wanita yang lebih li*r dan agres*f.

“Ya sudah!” Jawabku singkat.

“Makasih, Mas. Aku boleh minta uang untuk ongkos pulang ga, Mas?” Lanjutnya.

“Bukankah kamu punya usaha warung makan?” Selidikku.

Aku memang tak pernah memantau usaha Jeha. Aku yakin usaha nya tak akan maju, wanita tak berpendidikan tinggi itu mana bisa berwirausaha. Walau sudah dua tahun tak ada bekas yang kulihat, pakaiannya masih itu-itu jua. Tak pernah beli perhiasan apalagi barang-barang mewah. Tak seperti Ratih yang pandai memakai uang.

“Mas, tau sendiri usahaku hanya usaha kecil-kecilan, cuma cukup buat jajan anak-anak aja.” Sesalnya.

Sudah kuduga. “Berapa?”

“20jt aja Mas.” Jawabnya. Aku kaget.

“20jt? Ga salah?”

“Mas, aku ga enak jika ga memberi keluarga dikampung. Aku kan selalu bercerita kalau Mas Imam itu seorang kepala Manager gaji nya gede, dan tak pernah pelit selalu mengeluarkan zakat, dan sedekah. Masa nanti pas aku pulang ga memberikan apa-apa. Aku bisa-bisa mempermalukan Mas Imam,”

Benar juga kata wanita ini. Bagaimanapun aku harus terlihat wow dimata orang. “Besok Mas akan ambil di bank.”

Bahkan ATM saja dia tak punya, emang sengaja tak aku bikinkan. Punya istri polos itu bisa jadi anugrah juga bagiku.

“Makasih ya Mas,” matanya berbinar bahagia. Hanya dua puluh juta. Ratih bahkan sering menghabiskan uang segitu dalam sehari.

******

Jeha sudah pulang ke kampung nya.

“Sayang, ke rumah yuk, Mas sendiri nih.” Aku bergegas menelpon Ratih, gadis s*ksi yang akan segera aku nikahi.

“Emang istrimu kemana, Mas?”

“Jeha pulang ke kampung. Kamu bisa tinggal di sini sepuasnya.”

“Waaaah…asiik…aku akan segera ke sana ya Mas.”

Aku menutup telepon, hari libur seperti ini, sepi tak ada anak istri. Tepat banget untuk membawa Ratih kesini. Setelah beberapa saat, bel rumah berbunyi. Pasti Ratih.

Tingtong!

Aku bergegas turun membuka pintu. Rumah semewah ini bahkan kami tak memiliki pembantu, karena Jeha tak mau.

“Hai sayang…” Sambut Ratih didepan pintu dengan pakaian yang mengundang mata untuk berpikir liar.

“Hai juga sayang, yuk masuk!” ajakku sambil merangkul pinggang ramping gadis itu.

Seharian kami melepaskan hasrat bak suami istri tanpa ada gangguan. Terasa sangat menyenangkan. Gawaiku juga sepi tak ada pesan maupun telepon dari Jeha. Aku tak begitu khawatir, mereka pergi naik travel, yang diantar sampai ke alamat.

Sudah dua hari Jeha pergi tanpa ada kabar. Tapi tak masalah, kehadiran Ratih dirumah ini membuatku tak kesepian. Walau pelayanan Ratih dan Jeha jauh berbeda. Mungkin karena Jeha sudah terbiasa melakukan tugas rumah tangga, masak, mencuci, membereskan rumah tak butuh waktu lama. Beda dengan Ratih, makanan dipesan online, mencuci di laundry, hanya menyapu yang bisa dia lakukan, itu pun tak sebersih Jeha.

Malam ini melihat Ratih terlihat sangat cantik. Kami pun memasuki kamar yang biasa aku dan Jeha biasa tiduri.

Tok tok tok!

“Buka! Buka pintu nya atau kami dobrak!” Suara riuh ramai terdengar dari luar. Aku dan Ratih spontan menghentikan aksi.

Brak!

Pintu depan terbuka kencang, kok bisa? Bukankah tadi sudah aku kunci. Mereka bisa membuka pintu pakai apa?

Suara langkah kaki terdengar ramai masuk ke rumah. Seiring suara teriakan masa “Bakar pasangan mesum itu…bakaaarrr!”

Nyaliku menciut, aku tak lagi memikirkan apa-apa selain mencari kain penutup untuk aset pentingku ini. Begitu juga Ratih.

Brak!

Pintu kamar terbuka, aku lupa mengunci dari dalam.

Suara teriakan mengema disertai pukulan mengenai tubuhku.

“Tolong, tolong jangan main hakim sendiri..!” Teriakanku hilang oleh suara teriakan masa yang begitu ramai.

“Maaaasss…! Toloooong…!” Teriak Ratih. Wanita itu diseret dan dijambaki oleh segerombolan emak-emak berdaster berwajah garang.

“Dasar mes*m, pelakor jahann*m!” Teriak mereka tanpa ampun. Aku tak bisa menolong bahkan tak bisa membantu diriku sendiri, pukulan demi pukulan meremukkan badanku. Tubuhku yang setengah telanjang di arak ke rumah pak RT yang kebetulan tak jauh dari sini.

Sepertinya aku akan mati jika saja tak ada Kristan, ketua RT yang datang menenangkan masa. Ratih juga sama. Rambutnya kusut masai, tubuhnya hanya ditutupi oleh sebuah sarung, tapi tetap saja terlihat memprihatinkan.

“Tenang…tenang saudara-saudara…! Bapak Imam ini sudah berbuat mes*m di lingkungan kita. Semua sudah ada buktinya. Jadi kita jangan main hakim sendiri. Biar saya yang menangani,” teriak Kristan lantang

Masa berteriak sambil mengeluarkan grutuan. Setelah Kristan, pak RT yang merupakan temanku jaman sekolah dulu berhasil meyakinkan masa. Akhirnya mereka mau membubarkan diri, setelah memaksa Kristan untuk menuntaskan masalah ini.

Kamu gimana sih, Mam? Bisa sampai digrebek begitu? Bahkan video mes*m kamu tersebar di media sosial!” Mata nya menatapku tajam.

Video? video apa maksudnya. Siapa mendapatkan video kami. Secara kami melakukan diam-diam, dan itu juga dirumah tak ada siapa-siapa.

“Video apa maksud Lo, Kris?” Tanyaku heran.

Dia mengeluarkan gawainya dan mengutak-atik sebentar lalu menyerahkan padaku.

What? Ini adegan-adegan vulgarku dan Ratih. Siapa yang merekam?

Aku meremas kencang gawai itu. Kristan meraih ponselnya dari genggamanku.

“Hape mahal!” Rutuknya.

Aku harus menyelidiki siapa pelaku yang telah merekam dan menyebarkan videoku dan bagaimana caranya? Sementara dirumahku sepi tak ada orang. Apa mungkin Jeha? Ah mana mungkin, wanita itu terlalu polos untuk hal seperti ini.

Bersambung.Istri pulang kampung dapat chat begini dari selingkuhan. Gas..

ULAH ISTRI POLOSKU (1)

“Mas, aku mau bikin usaha warung makan boleh ga, Mas?”

Rayu Jeha istriku yang sudah Tujuh tahun ini menemaniku. Wanita polos yang aku nikahi karena perintah dari Ibu. Jeha dulu gadis kampung dan seorang yatim piatu yang begitu sabar merawat Ibu, saat beliau terserang stroke. Jeha yang menjaga hingga Ibu pulih kembali.

Tak ada yang sanggup merawat Ibu, karena kecerewetannya. Tapi, Jeha mampu menaklukkan Ibu sampai ibu benar-benar jatuh cinta padanya dan memaksaku menikah dengan wanita kampung itu.

“Iya, boleh. Nanti Mas bantu modalin ya…” Jeha berteriak senang. Wajahnya berbinar. Tak apalah memberikan modal agar dia ada kesibukan dan hubunganku dengan Ratih yang sudah dua tahun ini aman.

Sejak saat itu, Jeha mulai sibuk. Tak pernah lagi meributkan waktuku yang habis untuk Ratih. Bahkan, jatah uang bulanan yang dipotong pun tak menjadi soal bagi Jeha.

Wanita itu telah sibuk dengan dunianya. Saat aku keluar kota berminggu-minggu tentu saja membawa Ratih, Jeha tak pernah protes. Sambutan nya tetap hangat. Anak-anak mulai acuh denganku. Tapi, itu menjadi kesenangan tersendiri bagiku.

Biasanya Keyla dan Kevin akan merengek saat aku pergi dihari libur. Tapi, sekarang tak pernah lagi. Mereka lebih memilih diam dikamar, atau ikut Bunda nya ke Warung. Ah paling juga warung kecil-kecilan yang dirintis oleh wanita polos itu.

“Mas, lusa aku mau pulang kampung ya?boleh tidak?” Pinta Jeha yang membuat naluri lelakiku bersorak-sorai.

“Emang Kevin sudah libur?” Tanyaku. Kevin tahun ini masuk SD. Usianya masih enam tahun.

“Libur Mas!” Katanya sambil menunduk menunggu jawaban. Tingkahnya yang masih lugu itu yang membuatku merasa perlu mencari wanita yang lebih li*r dan agres*f.

“Ya sudah!” Jawabku singkat.

“Makasih, Mas. Aku boleh minta uang untuk ongkos pulang ga, Mas?” Lanjutnya.

“Bukankah kamu punya usaha warung makan?” Selidikku.

Aku memang tak pernah memantau usaha Jeha. Aku yakin usaha nya tak akan maju, wanita tak berpendidikan tinggi itu mana bisa berwirausaha. Walau sudah dua tahun tak ada bekas yang kulihat, pakaiannya masih itu-itu jua. Tak pernah beli perhiasan apalagi barang-barang mewah. Tak seperti Ratih yang pandai memakai uang.

“Mas, tau sendiri usahaku hanya usaha kecil-kecilan, cuma cukup buat jajan anak-anak aja.” Sesalnya.

Sudah kuduga. “Berapa?”

“20jt aja Mas.” Jawabnya. Aku kaget.

“20jt? Ga salah?”

“Mas, aku ga enak jika ga memberi keluarga dikampung. Aku kan selalu bercerita kalau Mas Imam itu seorang kepala Manager gaji nya gede, dan tak pernah pelit selalu mengeluarkan zakat, dan sedekah. Masa nanti pas aku pulang ga memberikan apa-apa. Aku bisa-bisa mempermalukan Mas Imam,”

Benar juga kata wanita ini. Bagaimanapun aku harus terlihat wow dimata orang. “Besok Mas akan ambil di bank.”

Bahkan ATM saja dia tak punya, emang sengaja tak aku bikinkan. Punya istri polos itu bisa jadi anugrah juga bagiku.

“Makasih ya Mas,” matanya berbinar bahagia. Hanya dua puluh juta. Ratih bahkan sering menghabiskan uang segitu dalam sehari.

******

Jeha sudah pulang ke kampung nya.

“Sayang, ke rumah yuk, Mas sendiri nih.” Aku bergegas menelpon Ratih, gadis s*ksi yang akan segera aku nikahi.

“Emang istrimu kemana, Mas?”

“Jeha pulang ke kampung. Kamu bisa tinggal di sini sepuasnya.”

“Waaaah…asiik…aku akan segera ke sana ya Mas.”

Aku menutup telepon, hari libur seperti ini, sepi tak ada anak istri. Tepat banget untuk membawa Ratih kesini. Setelah beberapa saat, bel rumah berbunyi. Pasti Ratih.

Tingtong!

Aku bergegas turun membuka pintu. Rumah semewah ini bahkan kami tak memiliki pembantu, karena Jeha tak mau.

“Hai sayang…” Sambut Ratih didepan pintu dengan pakaian yang mengundang mata untuk berpikir liar.

“Hai juga sayang, yuk masuk!” ajakku sambil merangkul pinggang ramping gadis itu.

Seharian kami melepaskan hasrat bak suami istri tanpa ada gangguan. Terasa sangat menyenangkan. Gawaiku juga sepi tak ada pesan maupun telepon dari Jeha. Aku tak begitu khawatir, mereka pergi naik travel, yang diantar sampai ke alamat.

Sudah dua hari Jeha pergi tanpa ada kabar. Tapi tak masalah, kehadiran Ratih dirumah ini membuatku tak kesepian. Walau pelayanan Ratih dan Jeha jauh berbeda. Mungkin karena Jeha sudah terbiasa melakukan tugas rumah tangga, masak, mencuci, membereskan rumah tak butuh waktu lama. Beda dengan Ratih, makanan dipesan online, mencuci di laundry, hanya menyapu yang bisa dia lakukan, itu pun tak sebersih Jeha.

Malam ini melihat Ratih terlihat sangat cantik. Kami pun memasuki kamar yang biasa aku dan Jeha biasa tiduri.

Tok tok tok!

“Buka! Buka pintu nya atau kami dobrak!” Suara riuh ramai terdengar dari luar. Aku dan Ratih spontan menghentikan aksi.

Brak!

Pintu depan terbuka kencang, kok bisa? Bukankah tadi sudah aku kunci. Mereka bisa membuka pintu pakai apa?

Suara langkah kaki terdengar ramai masuk ke rumah. Seiring suara teriakan masa “Bakar pasangan mesum itu…bakaaarrr!”

Nyaliku menciut, aku tak lagi memikirkan apa-apa selain mencari kain penutup untuk aset pentingku ini. Begitu juga Ratih.

Brak!

Pintu kamar terbuka, aku lupa mengunci dari dalam.

Suara teriakan mengema disertai pukulan mengenai tubuhku.

“Tolong, tolong jangan main hakim sendiri..!” Teriakanku hilang oleh suara teriakan masa yang begitu ramai.

“Maaaasss…! Toloooong…!” Teriak Ratih. Wanita itu diseret dan dijambaki oleh segerombolan emak-emak berdaster berwajah garang.

“Dasar mes*m, pelakor jahann*m!” Teriak mereka tanpa ampun. Aku tak bisa menolong bahkan tak bisa membantu diriku sendiri, pukulan demi pukulan meremukkan badanku. Tubuhku yang setengah telanjang di arak ke rumah pak RT yang kebetulan tak jauh dari sini.

Sepertinya aku akan mati jika saja tak ada Kristan, ketua RT yang datang menenangkan masa. Ratih juga sama. Rambutnya kusut masai, tubuhnya hanya ditutupi oleh sebuah sarung, tapi tetap saja terlihat memprihatinkan.

“Tenang…tenang saudara-saudara…! Bapak Imam ini sudah berbuat mes*m di lingkungan kita. Semua sudah ada buktinya. Jadi kita jangan main hakim sendiri. Biar saya yang menangani,” teriak Kristan lantang

Masa berteriak sambil mengeluarkan grutuan. Setelah Kristan, pak RT yang merupakan temanku jaman sekolah dulu berhasil meyakinkan masa. Akhirnya mereka mau membubarkan diri, setelah memaksa Kristan untuk menuntaskan masalah ini.

Kamu gimana sih, Mam? Bisa sampai digrebek begitu? Bahkan video mes*m kamu tersebar di media sosial!” Mata nya menatapku tajam.

Video? video apa maksudnya. Siapa mendapatkan video kami. Secara kami melakukan diam-diam, dan itu juga dirumah tak ada siapa-siapa.

“Video apa maksud Lo, Kris?” Tanyaku heran.

Dia mengeluarkan gawainya dan mengutak-atik sebentar lalu menyerahkan padaku.

What? Ini adegan-adegan vulgarku dan Ratih. Siapa yang merekam?

Aku meremas kencang gawai itu. Kristan meraih ponselnya dari genggamanku.

“Hape mahal!” Rutuknya.

Aku harus menyelidiki siapa pelaku yang telah merekam dan menyebarkan videoku dan bagaimana caranya? Sementara dirumahku sepi tak ada orang. Apa mungkin Jeha? Ah mana mungkin, wanita itu terlalu polos untuk hal seperti ini.

Bersambung.